Pendahuluan
Bangsa Indonesia yang saat ini berjumlah 237 juta[1]
jiwa tersebar di wilayah geografi Indonesia yang luas,membentang dari Aceh
sampai Papua.Penduduk Indonesia yang menempati wilayah luas itu merupakan suku-suku
Bangsa yang besar jumlahnya.Sensus BPS 2010 menyebutkan,ada 300 kelompok
etnis dan 1.340 suku bangsa di Indonesia[2].Meskipun
mereka beranekaragam dalam kondisi kemasyarakatan dan kebudayaannya, mereka
dipersatukan dalam rumah besar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan Pancasila sebagai pondasi[3].Indonesia
juga merupakan negara yang memiliki keberagaman yang tinggi terkait dengan
kepercayaan yang dianut oleh warga negaranya.Oleh karena itu,Agama di Indonesia
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.Bahkan,keberadaan agama
di Indonesia berpengaruh
secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.Hal ini
dapat ditunjukkan melalui ideologi bangsa Indonesia, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa pada sila Pertama Pancasila.
Ketuhanan
berasal dari kata Tuhan, ialah pencipta
segala yang ada dan semua mahluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal,
tiada sekutu, Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya,
artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi
satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat
disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya.
Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu
kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau
dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas
keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk
memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan
dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang
anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan
agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan
yang Maha Esa (atheisme[4]). Sebagai sila pertama
Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa
Indonesia, menjiwai mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil
dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara
Republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat pengertian itu sesuai dengan:
a.
Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat Allah
yang
maha kuasa….”
b.
Pasal 29 UUD 1945:
1.
Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
2.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Salah
satu pengaruh keberadaan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia adalah adanya kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk,
untuk selanjutnya disebut KTP.
Pada awalnya, pencantuman kolom agama dalam KTP
didasarkan pada Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1/PNPS/1965 jo Instruksi
Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat
China jo Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
dan Penodaan Agama. Atas dasar ketentuan inilah, agama dimasukkan dalam KTP.
Seiring berjalannya waktu, peraturan perundang-undangan tersebut diubah
sehingga dasar hukum yang berlaku saat ini adalah Undang Nomor 24 Tahun 2013
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, untuk selanjutnya disebut UU Administrasi Kependudukan.
Permasalahan
mengenai penghapusan kolom agama dalam KTP menjadi diskursus yang hangat
diperbincangkan dewasa ini. Pada awalnya semua terjadi karena berdasarkan Pasal
64 (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan dikatakan bahwa salah satu
elemen penting yang mutlak harus diisi seseorang dalam KTP adalah kolom agama.
Namun sejalan dengan direvisinya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 terdapat
perubahan fundamental yang tertuang dalam Pasal 64 ayat (5)-nya bahwa :
“Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk
yang agamanya belum diakui sebagai
agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat
kepercayaan tidak diisi, tetapi
tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”
Rumusan
Pasal tersebut pun senada dengan apa yang dikemukakan oleh Tjahjo Kumolo selaku
Menteri Dalam Negeri yang mempertegas untuk memperbolehkan pengosongan kolom
agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) terhadap orang yang agama atau
kepercayaanya tidak/belum diakui secara yuridis oleh Negara.[i]
Bola panas yang awalnya hanya berkutat pada pengosongan kolom agama kini telah
bergeser pada isu penghapusan kolom agama di KTP. Hal ini pun menuai banyak
respon dari masyarakat, ada pihak yang mendukung penghapusan kolom agama dalam
KTP dengan dalih kebebasan beragama yang dipelopori oleh pegiat hak asasi
manusia.[ii]
Namun disisi lain ada juga pihak yang justru menentang keras penghapusan kolom
agama seperti organisasi Islam dengan alasan bahwa negara Indonesia adalah
negara yang berketuhanan sehingga kolom agama adalah urgen untuk tetap diadakan
sebagai salah satu konsekuensi logis dari negara yang berketuhanan itu. [iii]
Mengingat
peliknya permasalahan mengenai kolom agama di KTP, hal ini tentunya menarik
rasa akademis Penulis untuk membahasnya secara komprehensif dari sudut pandang
ilmiah. Terlebih lagi isu ini tidak hanya berbicara mengenai masalah
administrasi saja, melainkan didalamnya terdapat pula masalah kebebasan
beragama dan yuridis sekaligus. Sehingga membahasnya dari sudut pro dan kontra merupakan
suatu hal yang arif dan bijak untuk mengetahui secara holistik permasalahan
ini.
[1]
Menurut publikasi BPS pada
bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan
hasil sensus ini
adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan
118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia
sebesar 1,49 persen per tahun.Dapat dilihat lebih lanjut di https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267.
[2]
Kewarganegaraan,
Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil
Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.Dapat
juga dilihat di http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/kewarganegaraan%20penduduk%20indonesia/index.html.
http://setkab.go.id/pancasila-fondasi-rumah-besar-indonesia/
,diakses pada 3 Oktober 2017
[i]Rachmat Hidayat, Tjahjo Kumolo : Kolom Agama bagi Enam Agama
yang Sudah Resmi Wajib Diisihttp://www.tribunnews.com/nasional/2014/11/08/tjahjo-kumolo-kolom-agama-bagi-enam-agama-yang-sudah-resmi-wajib-diisi, diakses pada 6 Juni
2015.
[ii]Ambaranie Nadia, Komnas HAM Dorong Kolom Agama di KTP
Dihapuskan, http://nasional.kompas.com/read/2014/11/07/17485921/Komnas.HAM.Dorong.Kolom.Agama.di.KTP.Dihapuskan, diakses pada 5 Juni
2015.
[iii]Budhy Munawar Rachman
dan Moh. Shofan, Sekularisme, Liberalisme
dan Pluralisme, Jakarta: Grasindo, 2010,
h.53.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar