Minggu, 12 April 2020

Mosi Debat Kolom Agama dalam KTP


Pendahuluan

Bangsa Indonesia yang saat ini berjumlah 237 juta[1] jiwa tersebar di wilayah geografi Indonesia yang luas,membentang dari Aceh sampai Papua.Penduduk Indonesia yang menempati wilayah luas itu merupakan suku-suku Bangsa yang besar jumlahnya.Sensus BPS 2010 menyebutkan,ada 300 kelompok etnis  dan 1.340 suku bangsa di Indonesia[2].Meskipun mereka beranekaragam dalam kondisi kemasyarakatan dan kebudayaannya, mereka dipersatukan dalam rumah besar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Pancasila sebagai pondasi[3].Indonesia juga merupakan negara yang memiliki keberagaman yang tinggi terkait dengan kepercayaan yang dianut oleh warga negaranya.Oleh karena itu,Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat.Bahkan,keberadaan agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politikekonomi dan budaya.Hal ini dapat ditunjukkan melalui ideologi bangsa Indonesia, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila Pertama Pancasila.

Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah  pencipta segala yang ada dan semua mahluk. Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zatNya, Esa dalam sifat-Nya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme[4]). Sebagai sila pertama Pancasila ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara Republik Indonesia yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat pengertian itu sesuai dengan:
a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain ”atas berkat rahmat Allah
yang maha kuasa….”
b. Pasal 29 UUD 1945:
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
Salah satu pengaruh keberadaan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah adanya kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk, untuk selanjutnya disebut KTP.
Pada awalnya, pencantuman kolom agama dalam KTP didasarkan pada Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1/PNPS/1965 jo Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China jo Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Atas dasar ketentuan inilah, agama dimasukkan dalam KTP. Seiring berjalannya waktu, peraturan perundang-undangan tersebut diubah sehingga dasar hukum yang berlaku saat ini adalah Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, untuk selanjutnya disebut UU Administrasi Kependudukan.
Permasalahan mengenai penghapusan kolom agama dalam KTP menjadi diskursus yang hangat diperbincangkan dewasa ini. Pada awalnya semua terjadi karena berdasarkan Pasal 64 (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan dikatakan bahwa salah satu elemen penting yang mutlak harus diisi seseorang dalam KTP adalah kolom agama. Namun sejalan dengan direvisinya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 terdapat perubahan fundamental yang tertuang dalam Pasal 64 ayat (5)-nya bahwa :
“Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi  Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”
Rumusan Pasal tersebut pun senada dengan apa yang dikemukakan oleh Tjahjo Kumolo selaku Menteri Dalam Negeri yang mempertegas untuk memperbolehkan pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) terhadap orang yang agama atau kepercayaanya tidak/belum diakui secara yuridis oleh Negara.[i] Bola panas yang awalnya hanya berkutat pada pengosongan kolom agama kini telah bergeser pada isu penghapusan kolom agama di KTP. Hal ini pun menuai banyak respon dari masyarakat, ada pihak yang mendukung penghapusan kolom agama dalam KTP dengan dalih kebebasan beragama yang dipelopori oleh pegiat hak asasi manusia.[ii] Namun disisi lain ada juga pihak yang justru menentang keras penghapusan kolom agama seperti organisasi Islam dengan alasan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berketuhanan sehingga kolom agama adalah urgen untuk tetap diadakan sebagai salah satu konsekuensi logis dari negara yang berketuhanan itu. [iii]
Mengingat peliknya permasalahan mengenai kolom agama di KTP, hal ini tentunya menarik rasa akademis Penulis untuk membahasnya secara komprehensif dari sudut pandang ilmiah. Terlebih lagi isu ini tidak hanya berbicara mengenai masalah administrasi saja, melainkan didalamnya terdapat pula masalah kebebasan beragama dan yuridis sekaligus. Sehingga membahasnya dari sudut pro dan kontra merupakan suatu hal yang arif dan bijak untuk mengetahui secara holistik permasalahan ini.


[1] Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun.Dapat dilihat lebih lanjut di https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267.

[4]


[i]Rachmat Hidayat, Tjahjo Kumolo : Kolom Agama bagi Enam Agama yang Sudah Resmi Wajib Diisihttp://www.tribunnews.com/nasional/2014/11/08/tjahjo-kumolo-kolom-agama-bagi-enam-agama-yang-sudah-resmi-wajib-diisi, diakses pada 6 Juni 2015.
[ii]Ambaranie Nadia, Komnas HAM Dorong Kolom Agama di KTP Dihapuskan, http://nasional.kompas.com/read/2014/11/07/17485921/Komnas.HAM.Dorong.Kolom.Agama.di.KTP.Dihapuskan, diakses pada 5 Juni 2015.
[iii]Budhy Munawar Rachman dan Moh. Shofan, Sekularisme, Liberalisme dan Pluralisme, Jakarta: Grasindo, 2010,  h.53.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar