HAK IMUNITAS ADVOKAT
Oleh : Andre
Begitu indah Daniel S.Lev
melukiskan bagaimana asal-usul keadvokatan di Indonesia.Di dalam bukunya “Hukum
dan Politik di Indonesia-Kesinambungan dan Perubahan”,berbeda dengan
keadvokatan di Eropa,keadvokatan di Indonesia tidak tumbuh pada masa silam yang
lama dalam sejarah Indonesia.Sebagaimana halnya di tanah jajahan
lainnya,keadvokatan Indonesia mencapai bentuknya yang sempurna dalam rahim
kolonial,dan tidak sepenuhnya absah dalam perhatian “ibunya” yang berjarak
separuh lingkaran bumi itu.”Anak” itu terakhir lahir sebagai anak yatim,namun
cukup tangguh” tulis Daniel S.Lev dalam bab 7 bukunya tersebut.[1]
Sejarah Indonesia
sebenarnya sudah cukup panjang.Demikian pula manusia Indonesia yang memiliki
prototipe pahlawan,sudah cukup banyak pula.Dari zaman keemasan Majapahit hingga
zaman kolonial,tak sedikit jumlah orang yang berjiwa pahlawan.Gigih dan berani
tampil ke depan dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran,membela kepentingan
rakyat kebanyakan,menentang penindasan,kelaliman dan keserakahan penguasa atau bangsa penjajah.
Namun,pejuang-pejuang dan
pembela-pembela pada masa itu tidaklah sama atau dapat disamakan dengan
advokat.Meskipun salah satu fungsi advokat adalah melakukan pembelaan dan dalam
melaksanakan fungsinya terdapat misi perjuangan.Cara paling mudah membedakan
keduanya adalah dengan mengatakan bahwa advokat adalah sebuah profesi.Sedangkan
menjadi pejuang-pejuang dahulu itu bukan profesi,melainkan tugas karena merasa
terpanggil pada situasi tertentu.
Kata Advokat sendiri
berasal dari bahasa Latin Advocare,
yang berarti: to defend,to call to one’s
aid,to vouch or to warrant.Sedangkan dalam bahasa Inggris Advocate,berarti: to speak in favour of or defend by argument,to support,indicate or
recommend publicly.Sedangkan orang yang berprofesi membela dikenal sebagai Advocate,yang berarti:
“One who assists,defends or pleads for another.One who renders legal
advice and aid and pleads the cause of another before a court or a tribunal,a
counselor.A person learned in the law and duly admitted to practice,who assists
his client with advice and pleads for him in open court.An asisstant,adviser,a
pleader of causes”.
Dari pemahaman tentang
arti kata “advokat” tersebut,lalu muncul pertanyaan:sejak kapankah mulai
dikenal profesi pembelaan di bumi Indonesia?
Uraian Lev diatas
tadi,menyiratkan bahwa embrio keadvokatan Indonesia sudah tumbuh sejak
penjajahan Belanda.Wujud ke-Indonesia-annya baru lahir setelah Belanda
meninggalkan Indonesia atau sesudah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Advokat sebagai penegak
hukum sangat strategis melahirkan kondisi profesi yang rentan dari berbagai
intervensi kepentingan, dan longgarnya profesi dari ikatan kepercayaan, dan
tentu saja, pengawasan masyarakat. Dengan kata lain, kompleksitas persoalan
yang menandai sejarah, kondisi empirik, dan kekuasaan negara yang menaunginya,
juga diperburuk oleh cara pandang advokat dalam memahami letak profesi mereka.
Eksistensi advokat merupakan refleksi peningkatan kesadaran masyarakat akan
hak-hak dan kewajiban hukumnya, walau tidak dapat dipungkiri profesi advokat
juga merupakan produk langsung dari keterasingan dan bentuk penyikapan
masyarakat terhadap sistem hukum dan peradilan formal.[2]
Secara filosofis, advokat
sebagai penegak hukum dan pengawal konstitusi harus dapat mengamalkan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD NRI 1945.
Pasal 4 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang
Advokat menyatakan sebelum menjalankan profesinya, (calon) advokat wajib
bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh-sungguh di sidang
terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya. Salah satu isi
sumpah/janji itu adalah memegang teguh dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.[3]
Peranan para advokat ini
kerap juga diumpamakan sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia.Tidak
kurang Shakespeare pernah mengatakan:Let’s kill all the lawyers,dalam drama Cade’s Rebellion.Untuk mendirikan
pemerintahan yang totaliter,yang pertama kali harus dilakukan adalah membunuh
para advokat.Mereka adalah pengawal konstitusi dan hak asasi manusia yang akan
selalu menentang pembentukan suatu pemerintahan diktatorial.[4]
Advokat berfungsi untuk
memberikan nasihat dan mewakili kliennya dalam masalah hukum demi menjunjung
tinggi asas praduga tak bersalah (presumption
of Innocence) serta bertanggung jawab memperjuangkan kebenaran dan
asas-asas keadilan. Namun,pekerjaan
advokat tidak hanya terdiri atas pemberian nasehat, advokat untuk kepentingan
kliennya mengatur berbagai urusan dengan instansi-instansi pemerintah atau
pihak ketiga lain, berusaha mendamaikan perselisihanperselisihan diluar
pengadilan, dan dalam perkara pidana membela tertuduh [5]
Secara yuridis,bersumber
pada undang-undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka pengakuan atas hak
dan peran advokat sebagai bagian dari sistem hukum dan peradilan harus
dihormati semua pihak dan aparat penegak hukum lainnya, terutama dalam
kesetaraan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing. Dengan adanya
payung hukum bagi profesi advokat berdasarkan undang-undang No.18 Tahun 2003
tentang Advokat, maka hak advokat yang boleh dikatakan paling sentral adalah
dimilikinya hak kekebalan hukum (immuniteit)
untuk tidak dapat dituntut baik secara pedata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik dalam sidang pengadilan, hak
kekebalan ini terkait dengan pengakuan bahwa advokat tidak dapat diidentikkan
dengan kliennya oleh pihak yang berwenang atau masyarakat[6].
Pengaturan tentang hak imunitas advokat
dapat disimak dan dipahami dengan lebih mendalam dari pasal 14 hingga pasal 19
Undang-Undang No.18 Tahun 2003, tepatnya bab IV tentang hak dan kewajiban.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hak imunitas muncul dari hak (right) dan
kewajiban (duty) advokat dalam melakukan tugas-tugasnya, yang secara tegas menyatakan, bahwa Advokat bebas
untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya di dalam Sidang Pengadilan. Maksud dari kata bebas dalam hal
ini adalah tanpa adanya tekanan, ancaman, hambatan, tanpa adanya rasa takut,
atau perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi advokat. Selain itu
pula Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara
yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada Kode Etik Profesi
dan peraturan perundang-undangan
Selengkapnya pasal 16
Undang-undang Advokat berbunyi:
“Advokat
tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan etikad baik untuk membela kepentingan kilen dalam sidang pengadilan”
Hak kekebalan
(immuniteit) untuk tidak dapat dituntun baik secara perdata maupun pidana dalam
menjalankan tugas profesinya untuk kepentingan pembelaan kilen dalam sidang
pengadilan. Dengan penyandang status sebagai penegak hukum, peran advokat memiliki
kebebasan dan kemandirian yang dijamin oleh hukum dan peraturan
perundang-undangan.
Artinya, eksistensi
advokat bukan lagi hanya sekedar profesi memberikan jasa hukum, tanpa jaminan
kemandirian yang dilindungi undang-undang, tetapi sudah menjadi salah satu
perangkat keadilan dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara
dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan, bebas dari
tekanan, ancaman, hambatan, dan rasa takut atau perlakuan yang merendahkan
harkat martabat profesinya.
Namun,secara sosiologis ternyata
penegak hukum yang lain (Polisi, Jaksa, Hakim) belum menempatkan kedudukan
advokat sebagai penegak hukum yang sejajar, di satu sisi polisi, jaksa, hakim
dalam menjalankan profesinya dilengkapi dengan kewenangan, sementara advokat
tidak diberi kewenangan. Kondisi ini menimbulkan kesulitan integrasi dalam
melakukan harmonisasi pada pelaksanaan penegakan hukum dan advokat sebagai
penegak hukum guna terciptanya harmonisasi di antara aparat penegak hukum
Melihat kenyataan yang
demikian, maka keberadaan advokat dalam sistem penegakan hukum sangatlah
penting. Advokat dalam kedudukannya sebagai bagian dari catur wangsa penegak
hukum sejajar dengan penegak hukum yang lain; polisi, jaksa dan hakim dalam
menjalankan fungsi dan perannya dalam sistem penegakan hukum. Namun,hak
imunitas tersebut juga memiliki batasan. Batasan
tersebut adalah bahwa seorang advokat dilindungi saat ia menjalani tugasnya
adalah “iktikad baik” dan “dalam sidang pengadilan” maupun “luar sidang
pengadilan”.Batasan dalam sidang pengadilan adalah setiap tindakan yang diperlukan
saat melakukan proses persidangan itu sendiri, baik di pengadilan tingkat
pertama hingga peninjauan kembali.
Adapun, hak imunitas advokat berlaku juga di
luar persidangan dengan catatan bahwa di luar persidangan tersebut merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari proses peradilan.Tindakan tersebut meliputi
pula pendapat-pendapat ataupun pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan advokat
selama persidangan, baik kepada klien maupun kepada lawannya, adovakat tidak
dapat digugat atau dituntut terkait dengan pernyataan-pernyataannya tersebut.
Pasal 16 Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2003 menyebutkan Advokat tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik
untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan. Akan tetapi hak
imunitas yang diberikan oleh Undang undang Nomor 18 Tahun 2003 tidak berjalan
sebagaimana mestinya, tidak sedikit Advokat dalam menjalankan profesinya
terjerat masalah hukum dan akhirnya menjadi Tersangka.
Sehingga, advokat dalam
menjalankan profesinya harus benar-benar berdasarkan hukum dan kode etik
advokat (canons of ethics). Kode etik membebankan kewajiban pada setiap advokat
dalam melakukan tugasnya untuk tidak bertujuan memperoleh imbalan materi
semata,tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan..Jadi
hak imunitas itu tidak boleh ditafsirkan secara sempit dan juga tidak boleh
melampaui batas, khususnya apabila telah terjadi pelanggaran norma hukum pidana
misalnya melakukan praktik penyuapan saat menjalan tugas profesinya, maka
advokat tentu tidak bisa menggunakan dalil imunitas sebagai dasar pembenaran
tindakannya tersebut.
Profesi hukum menuntut persyaratan dan
standarisasi yang tinggi terhadap seorang advokat dalam menjalankan profesinya
karena profesi advokat bersinggungan dengan penerapan hukum dan nilai etika.
Advokat dalam menjalankan profesinya tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang
justru melanggar hukum dan kode etik dengan berlindung di balik hak imunitas.
Dengan demikian, hak
imunitas advokat di samping melindungi advokat sebagai organisasi profesi, yang
paling utama adalah melindungi masyarakat dari jasa advokat yang tidak memenuhi
syarat-syarat yang sah atau dari kemungkinan penyalahgunaan jasa profesi
advokat..
DAFTAR PUSTAKA
Hendra
Winarta,Frans.1995.Advokat
Indonesia:Citra,Idealisme dan Keprihatinan,Jakarta:Pustaka Sinar Harapan
Khadafi,Binziad.2002.Advokat Indonesia Mencari Legitimasi : Studi
Tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum,Jakarta: Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia
Tjay
Sing,Ko.1978. Rahasia Pekerjaan Dokter
dan Advokat,Jakarta:Gramedia
Zulkifli,dkk.2006.Eksistensi Pasal 19 UU Advokat dan Kaitannya
dengan Upaya Paksa Penyitaan yang Dimiliki oleh Penyidik,Medan:Kantor Hukum
Zulkifli Nasution & Rekan.
[1]
Frans Hendra Winarta,S.H.Advokat Indonesia:Citra,Idealisme dan
Keprihatinan,Pustaka Sinar Harapan,Jakarta,1995,hlm.19
[2]
Binziad Khadafi,Advokat Indonesia Mencari
Legitimasi : Studi Tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum,Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan Indonesia,Jakarta,2002,hlm.14
[3] Norman
Edwin Elnizar,”Dukungan Inilah yang
Disampaikan Rombongan Advokat Saat Bertemu Kapolri”,Hukum Online,diakses
dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt593526e893402/dukungan-inilah-yang-disampaikan-rombongan-advokat-saat-bertemu-kapolri
, pada tanggal 1 Februari 2018 pukul 12.00
[4]
Frans Hendra Winarta,S.H.,Op.Cit.,23.
[5] Ko
Tjay Sing, Rahasia Pekerjaan Dokter dan Advokat, (Jakarta: Gramedia,1978), hlm.
36
[6] Zulkifli,dkk.,Eksistensi Pasal 19 UU Advokat dan Kaitannya
dengan Upaya Paksa Penyitaan yang Dimiliki oleh Penyidik, (Medan: Kantor
Hukum Zulkifli Nasution & Rekan, 2006), hlm. 2-3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar