Minggu, 12 April 2020

Masih Perlukah Berinvestasi?

Dikutip dari Harian Kompas 11 April 2020

Masih Perlukah Berinvestasi?

PRITA HAPSARI GHOZIE
Pandemi yang sedang dialami banyak negara, termasuk Indonesia, tidak dimungkiri menimbulkan rasa cemas karena penuh ketidakpastian. Hampir semua orang bertanya, sampai kapan kondisi ini akan terus berlanjut.
Dalam hal pengelolaan keuangan pun banyak yang menanyakan prioritas apa yang sebaiknya dilakukan. Bahkan, sampai juga ke pertanyaan masih perlukah berinvestasi di masa pandemi?
Satu hal pasti yang seharusnya setiap orang mau mengakui adalah manusia tidak punya kemampuan untuk menjamin sebuah kepastian. Namun, manusia juga ditugaskan untuk berusaha dengan ilmu yang benar. Oleh karena itu, dalam hal keuangan, sangat disarankan untuk berpegang pada ilmu perencanaan keuangan.
Pahami bahwa dalam pengelolaan keuangan pribadi, manusia tetap dianjurkan untuk memikirkan pemenuhan kebutuhan hidup masa kini, masa mendatang, dan juga di masa tidak terduga. Oleh sebab itu, dapat dipastikan bahwa investasi sebaiknya tetap dijalankan oleh setiap individu dan rumah tangga.
Langkah awal tentunya jangan panik. Bursa di Indonesia sudah pernah mengalami kondisi hampir serupa saat menghadapi krisis tahun 1998 dan 2008. Bagi yang memperhatikan sejarah pasti paham bahwa dalam jangka panjang, hasil investasi berbasis saham tetap baik untuk saham berfundamental baik. Hal yang perlu dipastikan, cukupkah dana darurat kita?
Langkah berikutnya adalah melakukan evaluasi dan mengatur ulang portofolio aset investasi. Dengan kondisi IHSG yang sedang turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, hampir dapat dipastikan saldo aset investasi yang berbasis saham akan mengalami penurunan yang signifikan. Apakah waktunya cut-loss?
Mari kembali ke konsep tujuan keuangan. Untuk apa dana investasi ini sebenarnya akan digunakan? Jika investasi ditujukan untuk 10 tahun ke depan, dana investasi yang sudah turun hingga 10 persen sebaiknya tidak dicairkan. Adapun dana yang turunnya belum sampai 10 persen dapat dipindahkan sementara ke produk investasi yang lebih konservatif.
Langkah ketiga, sangat disarankan untuk tetap berinvestasi dengan konsep berkala. Teknik ini mengajak setiap orang untuk membeli atau berinvestasi di sebuah produk keuangan yang sama secara rutin setiap bulan dengan jumlah rupiah yang sama.
Sisi positif dari penurunan IHSG adalah investor berkesempatan untuk membeli instrumen berbasis saham dengan harga lebih rendah. Akan tetapi, jangan gegabah juga untuk menginvestasikan semua dana yang dimiliki ke dalam instrumen berbasis saham.
Pembaca, mari belajar dari situasi hampir serupa di lantai bursa saat terjadi krisis subprime mortgage di tahun 2008. Sebuah studi yang dilakukan oleh ZAP Finance atas perbandingan investasi secara berkala dengan investasi secara sekaligus untuk periode Oktober 2008 hingga Oktober 2012 ke sebuah reksa dana saham mengungkapkan fakta bahwa cara berinvestasi yang memberikan hasil optimal adalah investasi secara berkala.
Sedikit catatan, optimal itu berbeda dengan maksimal. Tidak seorang pun dapat memprediksi waktu tepat berinvestasi yang dapat memberikan hasil paling maksimal.
Langkah keempat adalah menyadari bahwa setiap individu dan rumah tangga sebaiknya tetap melakukan penyebaran aset investasi. Diversifikasi aset investasi sangat penting dilakukan setiap saat. Penyebaran aset investasi sebaiknya berdasarkan kemudahan untuk dijual kembali, kemungkinan fluktuasi nilai investasi dalam jangka pendek, serta aset yang tidak dipengaruhi oleh sistem lembaga keuangan.
Dengan demikian, setiap rumah tangga disarankan untuk memiliki tabungan atau deposito, reksa dana pasar uang, logam mulia, aset berbasis saham dan jika memungkinkan, properti. Komposisinya bergantung pada profil risiko masing-masing sebagai investor. Sebagai contoh, seorang investor berusia 35 tahun dan sudah berkeluarga dapat mempertimbangkan untuk mengikuti komposisi all-weather portfolio seperti yang dilakukan Ray Dalio.
Apabila investor memiliki dana sejumlah Rp 100 juta, ia dapat membagi dengan alokasi emas hingga Rp 15 juta, obligasi pemerintah hingga Rp 40 juta, saham hingga Rp 30 juta, dan selebihnya di deposito atau reksa dana pasar uang.
Untuk investor pemula, sebaiknya menghindari spekulasi jangka pendek. Investasi sangat berbeda dengan spekulasi. Saat ini cukup banyak orang yang melakukan aksi membeli dollar AS dengan harapan kurs rupiah terus melemah sehingga dapat mengambil keuntungan dalam jangka pendek.
Banyak juga yang melakukan ”serok saham”, padahal kondisi dana darurat tidak mumpuni. Pahami, urutan prioritasnya adalah melunasi pinjaman yang bersifat konsumtif, lalu tingkat kecukupan dana darurat, baru berinvestasi sesuai tujuan keuangan dan profil risiko masing-masing.
Live a Beautiful Life!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar