Klasifikasi
Pembunuhan
Jumhur ulama fikih, termasuk ulama Mazhab Syafi’i dan
Mazhab Hanbali, membagi tindak pidana pembunuhan tersebut kepada tiga macam
sebagai berikut[1]: 1) Pembunuhan sengaja
yaitu, suatu pembunuhan yang disengaja, dibarengi dengan rasa permusuhan,
dengan menggunakan alat yang biasanya dapat menghilangkan nyawa, baik secara
langsung maupun tidak, seperti menggunakan senjata, kayu atau batu besar, atau melukai
seseorang yang berakibat pada kematian
2) Pembunuhan semi sengaja, yaitu suatu pembunuhan
yang disengaja, dibarengi dengan rasa permusuhan, tetapi dengan menggunakan
alat yang biasanya tidak mematikan, seperti memukul atau melempar seseorang
dengan batu kecil, atau dengan tongkat atau kayu kecil.
3) Pembunuhan
tersalah, yaitu suatu pembunuhan yang terjadi bukan dengan disengaja, seperti
seseorang yang terjatuh dari tempat tidur dan menimpa orang yang tidur di
lantai sehingga ia mati, atau seseorang melempar buah di atas pohon, ternyata
batu lemparan itu meleset dan mengenai seseorang yang mengakibatkannya tewas.
Unsur-unsur Pembunuhan Sengaja
1) Yang dibunuh
itu manusia yang diharamkan Allah SWT darahnya (membunuhnya) atau yang dalam
istilah fikih disebut ma’sum ad-dam ( terpelihara darahnya ).
2) Perbuatan kejahatan itu membawa kematian seseorang,
jika perbuatan kejahatan yang dilakukannya itu tidak berakibat wafatnya korban,
atau kematiannya bukan karena perbuatan tersebut. Maka perbuatan itu tidak bisa
dinamakan dengan pembunuhan sengaja. Jenis perbuatan yang membawa kepada
kematian tersebut bisa berupa pemukulan, pelukaan, penyembelihan, dibenamkan di
air, dibakar, digantung, diberi racun, dan lain sebagainya.
3) Bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang.
Suatu pembunuhan sengaja, menurut jumhur ulama, selain Mazhab Maliki adalah
bahwa pelaku memang bertujuan untuk menghilangkan nyawa korban. Jika
tujuan pelaku bukan untuk membunuh, maka perbuatan itu tidak dinamakan dengan
perbuatan itu dinamakan dengan pembunuhan sengaja. Karena persoalan
niat/tujuan adalan persoalan batin, maka ulama fikih mengemukakn kriteria
niat/tujuan pembunuhan ini melalui alat yang digunakan, sebagaimana yang
dikemukakan di atas[2]. Akan tetapi, ulama Mazhab
Maliki tidak mensyaratkan adanya tujuan/niat pelaku pidanan dalam membunuh.
Unsur kesengajaan, menurut mereka, bisa dilihat dari sifat tindak pidana
tersebut, yaitu adanya unsur permusuhan. Jika tindak pidana itu dilakukan dengan
sikap permusuhan, dan berakibat kepada hilangnya nyawa seseorang, maka
pembunuhan itu disebut dengan pembunuhan sengaja.
Unsur-unsur Pembunuhan Semi Sengaja Ada tiga unsur dalam pembunuhan semi sengaja:
1. Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan
kematian.
2. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan.
3. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku
dengan kematian korban. Perbuatan yang mengakibatkan kematian itu tidak
ditentukan bentuknya, dapat berupa pemukulan, pelukan, penusukan, dan
sebagainya. Disyaratkan korban adalah orang yang terpelihara darahnya. Dalam
hal unsure kedua, persyaratan kesengajaan pelaku melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dengan tidak ada niat membunuh korban adalah satu-satunya
perbedaan antara pembunuhan sengaja dengan pembunuhan semi sengaja. Dalam
pembunuhan sengaja, si pelaku memang sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan kematian, sedangkan, dalam pembunuhan semi sengaja, pelaku tidak
bermaksud melakukan pembunuhan, sekalipun ia melakukan penganiayaan. Sehubungan
dengan unsur ketiga, disyaratkan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan
penganiayaan, yaitu penganiayaan itu menyebabkan kematian korban secara
langsung atau merupakan sebab yang membawa kematiannya. Jadi, tidak dibedakan
antara kematian yang terjadi seketika[3].
Unsur-unsur Pembunuhan Kesalahan
1. Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian.
2. Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan.
3. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan
kesalahan dengan kematian korban. Perbuatan yang menyebabkan kematian itu
disyaratkan tidak disengaja dilakukan oleh pelaku atau karna kelalaiannya. Akan
tetapi, tidak disyaratkan macam perbuatannya, boleh jadi dengan menyalakan api
di pinggir rumah orang lain, membuat lubang di pinggir jalan, melempar batu ke
jalan dan sebagainya. Adapun unsur kedua, pada prinsipnya, kesalahan itu
merupakan perbuatan yang prinsipal antara pembunuhan kesalahan dengan
pembunuhan lainnya. Tidak ada sanksi terhadap orang yang melakukan kesalahan.
Sanksi hanya dijatuhkan, jika memang menimbulkan kemadharatan bagi orang lain.
Ukuran kesalahan dalam syariat Islam adalah adanya kelalaian atau kurang
hati-hati atau merasa tidak akan terjadi apa-apa. Dengan demikian, kesalahan
tersebut dapat terjadi karena kelalaian dan mengakibatkan kemadharatan atau
kematian orang lain. Unsur ketiga, yakni adanya hubungan sebab akibat antara
kesalahan dengan kematian, artinya kematian korban merupakan akibat dari
kesalahan pelaku.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an Al-jazairi, Abdurrahman. Fiqh Al Mazahib Al
Ak Ba’ah, Al Maktabah At-Tijariyah. Mesir.
As-Shau’any. Subulus salam, Mustafa al-Babi al-Halabi
wa auladuhu. Mesir1379 H / 1960 M
Audah, Abdul Kadir. Tafsir al-Jinai al-Islami Muqoran
alQonun al-Wahd’i. 1963. Rusyd, Ibnu. Bidayah al-Mujtahid, Mustafa al-Babi
al-Halabi wa auladuhu. Mesir.1379 H /
1960 M
[1] Rusyd,
Ibnu. Bidayah al-Mujtahid, Mustafa al-Babi al-Halabi wa auladuhu.Mesir:1379 H /
1960 M
[2] As-Shau’any.
Subulus salam, Mustafa al-Babi al-Halabi wa auladuhu.Mesir:1379 H / 1960 M
[3] Audah,
Abdul Kadir. Tafsir al-Jinai al-Islami Muqoran alQonun al-Wahd’i. 1963.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar